Senin, 06 Juni 2011

lika liku penegak hukum kita

Salah satu fungsi hukum adalah alat penyelesaian sengketa atau konflik, disamping fungsi yang lain sebagai alat pengendalian sosial dan alat rekayasa sosial . Pembicaraan tentang hukum barulah dimulai jika terjadi suatu konflik antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga. Dalam hal ini munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik yang bersifat netral dan tidak memihak.
Indonesia, saat ini dihadapkan dengan pelbagai macam permasalah, baik dalam bidang hukum, pemerintahan, pendidikan, ekonomi dan persoalan-persoalan lainnya. Setumpuk permasalahan itu dilatarbelakangi oleh pelbagai faktor, mulai dari faktor masyarakat sampai pada faktor pemerintah sendiri. Salah satu permasalahan yang paling hangat saat ini adalah dalam bidang hukum, hal ini didasarkan atas banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media dan semuanya tidak pernah lepas dari lingkup hukum, misalnya saja kasus century, kasus gayus, kasus Hendarman, dan masih banyak lagi kasus-kasus hukum lainnya yang sampai saat ini masih belum terselesaikan.
Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia.
Saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan yang cukup serius yaitu membangun kembali transparansi penegakan hukum sebagai bentuk dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di era modern saat ini, khususnya sejak reformasi bergulir, transparansi merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari, termasuk dalam hal penegakan hukum di Indonesia.
Reformasi yang telah berlangsung sejak tahun 1998 harus diakui telah melahirkan sejumlah perubahan instrumental, meski diakui juga bahwa perubahan tersebut masih banyak kelemahannya. Banyaknya kelemahan tersebut karena reformasi tidak punya paradigma dan visi yang jelas alias hanya tambal sulam, contohnya reformasi peradilan yang terwadahi dalam empat paket undang-undang yang berkaitan dengan peradilan hanya lebih banyak memfokuskan pada peradilan satu atap.
Masa demokrasi berkembang, sorotan rakyat lebih tajam, karena mereka yang selalu bersentuhan dengan hukum , mereka mengetahui jelas permainan oknum dari pusat hingga daerah terpencil kualitasnya tidak banyak beda satu dan lainnya, orientasinya ke koneksi dan uang.
Praktik-praktik penegakan hukum yang selama ini ditunjukkan oleh para penegak hukum, masih menunjukkan adanya ketidakterbukaan terhadap masyarakat, sehingga menimbulkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum.
Di lingkungan penegak hukum, masih tidak terdapat transparansi dalam setiap proses. Seharusnya dalam setiap tahapan proses, penegak hukum menyampaikan hasilnya, sehingga para pencari keadilan dapat mengetahui apakah proses tersebut sudah berjalan sesuai dengan prosedur. Proses penegakan hukum harus sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus disampaikan secara transparan kepada para pencari keadilan.
Hal ini banyak terkuak dalam kasus aparat penegak hukum yang seringkali memanfaatkan hukum sebagai alat untuk melahirkan impunitas yaitu kondisi dimana seseorang bisa dengan mudahnya terhindar dari jerat hukum.
Selain itu, terdapat pula kasus rekayasa berita acara yang kemudian bermuara pada putusan, yang dilakukan karena adanya negosiasi-negosiasi antara pihak-pihak, baik secara langsung maupun melalui calo perkara.
Lembaga peradilan sebagai institusi yang memiliki kekuasaan yang besar dalam menentukan arah penegakan hukum berada dalam posisi yang sentral dan selalu menjadi pusat perhatian masyarakat. Sayangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan belum menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Buruknya transparansi penegakan hukum tidak dapat dilimpahkan seluruhnya kepada aparat penegak hukum, karena hal tersebut juga tidak terlepas dari peranan pihak dalam perkara, termasuk Advokat. Dalam beberapa kasus mafia hukum yang terungkap, tidak jarang keberadaan advokat memegang peranan penting yang mengatur perjalanan dari hasil suatu perkara, seperti yang terjadi dalam kasus Gayus Tambunan, Susno Duaji, dan kasus Hakim Ibrahim.
Rendahnya transparansi penegakan hukum inilah yang menjadi salah satu faktor terbesar sehingga penegakan hukum di Indonesia masih dalam situasi yang carut marut. Oleh karena itu, transparansi penegakan hukum sangat diperlukan untuk mengindari terjadinya manipulasi fakta, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakjujuran. 
Di lain pihak, masyarakat Indonesia terdiri dari orang-orang yang “pintar” hukum atau yang menamakan ahli hukum, tetapi pertumbuhan hukum kita seakan-akan berjalan di tempat. hukum dan keadilan serasa tidak pernah bersatu ketika kita masih menyaksikan fungsi institusi dan aparatur hukum masih belum berhasil mempertautkan harapan keadilan dan keadilan dalam kenyataan, karna masyarakat hukum kita saat sekarang ini juga sedang rapuh.
Jadi marilah kita sebagai masyarakat secara bersama-sama mengawal penegakan hukum di Negara ini, jangan pernah lagi membiasakan “budaya” suap baik itu terhadap instasi-instasi pemerintahan maupun terhadap lembaga-lmbaga penegak hukum, semoga Negara Hukum yang kita citakan selama ini dapat tercapai dengan baik, serta bangsa ini akan menciptakan orang-orang yang memiliki integritas dan moral yang baik, dan dapat berkompetisi di era global ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar